Sabtu, 29 Agustus 2009

TINJAU ULANG PEMEKARAN GARUT SELATAN

Kabupaten Garut memiliki luas wilayah 3.066,88 KM2, terdiri dari 42 Kecamatan, 424 Desa dan Kelurahan, juga 4.000 Rukun Warga dan 13.051 Rukun Tetangga. Berdasarkan BPS tahun 2007, jumlah penduduk Kab. Garut sebanyak 2.309.773 jiwa dengan jumlah pencari kerja 24.223 orang, adapun jumlah pengangguran terbuka adalah 49.829 jiwa.
Berdasarkan data itulah, elit-elit pro-pemekaran memandang penting agar Kab. Garut dimekarkan menjadi 2 atau 3 kabupaten baru, mengingat wilayah terlalu luas dan jumlah kecamatan atau desa/kelurahan terlalu gemuk. Padahal, luas geografis ataupun banyaknya kecamatan dan desa/kelurahan, bukanlah satu-satunya alasan untuk memekarkan suatu daerah, tapi yang lebih penting adalah ketersediaan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), sumber daya manusia dan insfrastruktur yang harus terukur sehingga dengan pemekaran akan membawa dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berhasil dan tidaknya sebuah proses pemekaran dapat dilihat dari indikator kemajuan daerah bersangkutan. Pertama, aspek ekonomi daerah. Apakah dengan pemekaran akan berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat yang ujung-ujungnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, pelayanan publik (public service delivery). Apakah pelayanan publik semakin baik jika dibandingkan sebelum pemekaran. Ketiga, pembangunan demokrasi politik. Sejauhmana perubahan peran serta masyarakat dalam berdemokrasi dan berpolitik.

Keberhasilan dari satu daerah yang dimekarkan tidak terlepas dari apa yang dimiliki oleh daerah bersangkutan sebagai sumber pendapatan asli daerahnya. Bagaimanapun, PAD akan menjadi faktor penentu kemajuan daerah hasil pemekaran. Maju dan tidaknya sebuah daerah baru dapat dilihat dari sebesar apa PAD yang dimilikinya. Daerah pemekaran tidak bisa hanya terpaku pada Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN, tetapi harus bisa hidup dan mandiri dari PAD yang dimilikinya. Lantas dari mana sumber PAD Garut Selatan?

Secara kasat mata PAD Garsel hanya bersumber dari sektor agraris. Garsel diisukan memiliki potensi besar di sektor pertambangan, seperti bijih besi, pasir besi, timah, bahkan emas. Namun hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan yang mampu melakukan eksplorasi/eksploitasi terhadap potensi alam tersebut. Impian Garut Selatan bisa maju dan berkembang dari industri pertambangan, masih diragukan karena hingga saat ini belum bisa dilihat dan dirasakan manfaatnya, apalagi mampu menyerap ribuan tenaga kerja.

Selain daerah agraris, Garsel bisa dikembangkan menjadi daerah perkebunan rakyat, mengingat banyak lahan tidur yang belum dimanfaatkan secara produktif. Selain itu Garsel kaya akan khasanah bahari yang bisa dikembangkan sebagai daerah wisata dan penghasil ikan laut ataupun tambak. Akan tetapi, kondisi Garsel saat ini terhambat oleh keterbatasan dan ketersediaan insfrastruktur. Jalan kabupaten atau jalan arteri, secara umum dalam keadaan rusak. Bahkan masih banyak daerah di Garsel yang terisolir karena belum tersedia akses jalan, hal serupa terjadi dalam masalah penerangan/listrik. Banyak warga desa di Garsel masih menggunakan lampu “cempor” sebagai alat penerangan.

Kekurangan lain yang sangat vital dan menonjol terlihat pada kurangnya pusat pelayanan publik, seperti pusat perkantoran pemerintah, perbank-kan (mayoritas BPR dalam kondisi buruk, bahkan banyak yang bangkrut), sarana pendidikan (terutama pendidikan tinggi), sarana kesehatan (rumah sakit tipe C di Pameungpeuk belum bisa digunakan bahkan sudah mulai rusak, rata-rata tiap kecamatan hanya memiliki puskesmas biasa bukan DTP), belum ada pusat perekonomian baik pasar tradisional maupun pasar moderen, serta terbatasnya tempat wisata, hiburan & rekreasi.

Melihat fakta di lapangan, maka bagi pihak yang bersemangat untuk memekarkan Garsel, sepantasnya kembali meninjau ulang rencana pemekaran tersebut, bagaimanapun semangat pemekaran jangan sampai mengorbankan masyarakat luas ke jurang kemiskinan dan kesengsaraan yang lebih parah. Mari kita bersama-sama dengan kelegowoan dan kearifan untuk menunda pemekaran Garsel sampai semua persyaratan kelayakan terpenuhi dan semua pihak telah siap hidup di daerah otonomi baru.

Kita harus sepakat bahwa gairah untuk memekarkan daerah sudah saatnya harus dihentikan. Banyak daerah yang dimekarkan ternyata kemudian menjadi daerah otonom yang membawa sengsara. Itulah pemekaran yang justru memperluas dan menambah parah kemiskinan rakyat. Pangkalnya karena pemekaran daerah cenderung berbasiskan kepentingan sempit, bahkan dari perspektif kebangsaan mundur jauh ke belakang. Mundur, sebab sangat kuat diwarnai kepentingan primordialisme. Sesungguhnya yang sedang terjadi adalah gairah memekarkan dengan tujuan yang kontradiktif, yaitu ingin menyempitkan daerah sehingga menjadi teritorial otonomi primordialisme tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar