Kamis, 20 Agustus 2009

Marhaban ya Ramadhan 1430 Hijriah

Waktu terus berlalu, detik menjerit melewati derik rel kehidupan,. Zaman tergerus putaran waktu yang melaju., Pergi... berlari... menari... diantara suka dan duka... tawa dan tangis... berganti dan bersandiwara., Hidup kita terbuang diantara lorong zaman,. Diantara biadab keegoisan manusia., Kita sering hilaf, disengaja atau tanpa disengaja.,

Kini... kesucian itu datang menjelma kembali., Bulan penuh berkah, rahmat, ampunan dan maghfiroh menghampiri untuk menawarkan pintu taubatan nasuha., Akankah kita menggapai semuanya? Makna terjawab lewat bahasa jiwa, bukan kata-kata,. Kita sambut dengan gegap gempita,. Bulan seribu bulan., Marhaban ya ramadhan... Mohon maaf lahir dan bhatin.,

Menakar Kemaslahatan Pemekaran Garut Selatan


Sebagai orang Garut saya merasa keberatan dengan rencana pemekaran Garut Selatan (Garsel) yang sudah mendapatkan persetujuan DPRD Garut (meski kelihatan tidak quorum). Apresiasi memang pantas saya berikan kepada elit, tokoh, dan beberapa stakholder yang berjuang keras dalam memperjuangkan niat dan keinginan mereka dalam memekarkan garsel, meski peran serta mereka tidak banyak melibatkan masyarakat luas. Ihwal yang terjadi, riuhnya pemekaran Garsel hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, tidak trasa dilapisan grass root.

Jika kita mencoba flashback, keberangkatan elit pro-pemekaran dalam merumuskan, merencanakan dan memperjuangkan pemekaran Garsel sungguh amat mulia, dimana mereka hendak memberikan pressure kepada Pemkab Garut agar tidak terjadi disparitas pembangunan antara Garut Belahan Utara dan Belahan Selatan. Tapi dalam perjalannya, niat itu terasa menyimpang dan menjadi sumir karena yang dirasa dan terlihat malah kepentinga elit dalam meraih sebuah kekuasaan baru yang lebih menonjol, sehingga niat itu karam di tengah jalan, malah konsepsi pembagian kekuasaan semakin terasa. semoga saja analisa ini masih bisa diperdebatkan.

Pro dan kontra mewarnai gerak langkah elit pro-pemekaran, kita sebut saja 3 kecamatan di Garsel (Cisewu, Talegong dan Caringin) menolak pemekaran dan mereka memilih untuk bergabung dengan Kabupaten Bandung. Alasan mereka sangat logis, dilihat secara geografis dan demografis, memang mereka sangat dekat dengan Bandung, di sisi lain, aspek, ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan banyak menyerap dan diserap dari Bandung. Adapun ke Kab Garut hanya untuk urusan administratif dan kepentingan lima tahunan seperti pemilu. bagi mereka pindah ke Bandung merupakan pilihan 'seksi' dibanding harus mendukung pemekaran Garsel. Terlebih, niat bergabung dengan Bandung sudah terngiang sejak tahun 1970'an, apalagi saat ini Kab. Bandung telah memberikan lampu kuning menuju hijau untuk menerima ketiga kecamatan tersebut untuk menjadi bagian dari wilayah administrasinya. Kab. Bandung tertarik dengan potensi Pantai Rancabuaya.

Jika pemekaran ini menjadi suatu keharusan dan mutlak harus terjadi dalam waktu dekat ini, maka banyak hal yang harus kita pikirkan secara matang karena implikasinya akan dirasakan oleh masyarakat di 16 kecamatan, baik buruknya mereka akan merasakan, sejahtera ataupun semakin miskin, mereka pulalah yang akan merasakannya, karena elit politik bisa saja cuci tangan. Karena kondisi dan situasi yang saat ini dianggap belum memungkinkan dan belum layaknya dimekarkan menjadi alasan kuat bagi saya secara pribadi untuk menyatakan "MENOLAK' Pemekaran Garsel. Setidaknya ada beberapa alasan, yakni sebagai berikut :

1. Pemekaran Garsel Gerakan Elit semata. Tidak membuminya rencana pemekaran garsel merupakan indikasi kuat bahwa rencana ini hanya berkutat pada kalangan elit yang berkepntingan saja, dimana masyarakat tidak tidak banyak diajak bicara dan terlibat. Apa yang akan terjadi jika pemekaran ini terjadi? Masyarakat bisa saja merasa dibohongi dan dijerumuskan pada jurang kemiskinan yang tidak menentu. Karena gerakan sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh elit dan beberapa gelintir anggota DPRD sifatnya sangat terbatas dan elitis. Maka mutlak pemekaran ini resmi milik elit yang berkepntingan dengan kekuasaan bukan kepentingan rakyat banyak.

2. Garsel tidak memiliki Sumber Pendapatan Asli daerah (PAD) yang jelas. Apa yang dimiliki Garsel selain sektor pertanian? katanya banyak pertambangan disana, ada bijih besi, pasir besi, emas, dll. tapi apa semua sumber itu sudah berhasil dieksploitasi dan dieksplorasi? sudahkah menghasilkan? sudahkan menyerap banyak tenaga kerja? semua itu baru wacana, artinya belum bisa menjadi sumber PAD yang menjamin untuk mensejahterakan rakyat garsel.

Ada alibi yang disampaikan mereka (pro-pemekaran) bahwa garsel bisa hidup dari DAU 1 triliun yang bersumber dari APBN. Apakah kita hanya bisa bergantung dari DAU? sangat mustahil bisa maju bagi suatu daerah jika hanya bergantung pada DAU, jika tidak ditunjang oleh PAD yang jelas. Saya juga tidak bisa menjamin dana DAU itu akan turun secara mulus, karena pasti akan disunat disana-sini dan dipotong fee succes (biasa uang pangleuleueur). Terlebih dana sebesar itu akan habis oleh biaya operasional pemerintahan termasuk gaji-gaji mereka. Lantas darimana sumber anggarannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat garsel. Mati-lah rakyat garsel! Hasil feasibillity study (FS) pantas dipertanyakan karena sarat dengan muatan politik dan intervensi pihak-pihak tertentu.

3. SDM Garsel belum siap. Bisa dibayangkan siapa yang akan mengisi jabatan penting Kab. Garsel jika resmi dimekarkan? sudah siapkan SDM'nya? rada pesimis, tapi mudah-mudahan banyak rakyat Garsel yang cerdas dan mampu. Jika tidak maka yang akan menguasai dan menduduki jabatan itu adalah orang-orang yang datang dari belahan garut utara, terutama elit politik yang haus kekuasaan dan sudah tidak kebagian jabatan di Garut utara sehingga mereka eksodus ke Garut Selatan. jika demikian maka tetap trakyat Garsel hanya bisa 'ngegel curuk'. Percuma bukan dilakukan pemekaran jika rakyat garsel tidak kebagian apa-apa?

4. Insfrastruktur Garsel belum memadai. Kecamatan mana yang sudah dianggap layak jadi pusat ibukota? menurut kacamata saya, belum ada satupun kecamatan yang dianggap layak untuk jadi pusat kabupaten. Pameungpeuk, memang ckup maju di garsel, tap terkendala karena dekat dengan LAPAN (Pusat pelatihan NUKLIR), karena secara tata aturan ibukota kabupetn tidak boleh berdekatan dengan sumber nuklir yang berbahaya. Lantas Singajaya, Bungbulang atau Cikajang atau Cisewu? semuanya belum memiliki insfrastruktur pemerintahan yang dianggap layak, baik dari pusat pemerintahan dan pusat pelayanan publik lainnya seperti kesehatan, pendidikan, hiburan atau sarana jalan, listrik dan lainnya, masih jauh dari kelayakan. Lantas mau dimana? mau membangun dulu? dimana dan berapa duit yang dibutuhkan? lantas kapan pembangunannya dilakukan? masih jauh tanggah ka langit!

5. Semangat Moratorium. Pasca terbunuhnya ketua DPRD Sumut, maka pemerintah meminta agar semua darah menghentikan dulu pemekaran (moratorium). tapi kenapa Garsel seolah dipaksakan untuk terus di mekarkan? apakah tidak mengetahui makna moratorium pemekaran? saya melihat semangat pemekaran ini bertentangan dengan semangat moratorium pemekaran pemerintah pusat. pemerintah pusat memiliki alasan kuat untuk menghentikan pemekaran karena hampir 70% daerah hasil pemekaran bukan tambah maju malah tambah miskin, semakin menghadapi ketidakpastian birokrasi, rumit, jelimet, frustasi, konflik dan berniat kembali bergabung dengan kabupaten induknya. apakah hal ini harus terjadi di Garsel?

Pemekaran Garsel masih kontradiktif, debatable, argumentatif dan reaktif. Apa yang sebenarnya bisa dilakukan saat ini? Pertama, pemekaran jangan dipaksakan saat ini (Tolak Pemekaran). Kedua, tekan Bupati Garut saat ini agar membangun Garsel secara layak dan berimbang serta berkeadilan. Ketiga siapkan SDM yang mumpuni di garsel. Keempat, bangun komunikasi yang harmonis antara birokrasi, elit dan masyarakat secara berkesinambungan tentang rencana pemekaran. Kelima, bercerminlah pada kabupaten yang baru dimekarkan yang kehidupannya semakin miskin dan tidak menentu. Keenam, jika kelima hal tersebut tidak dilakukan maka mari bersama-sama MENOLAK PEMEKARAN GARSEL. Tabik*

Menyoal Pemekaran dan Penggabungan Daerah Otonomi

Sedikitnya tiga kecamatan di Kabupaten Garut Selatan, yakni Kecamatan Caringin, Cisewu, dan Talegong serta dua kecamatan lain dari Kabupaten Cianjur, yaitu Kecamatan Cidaun dan Naringgul menginginkan bergabung ke Kabupaten Bandung. Terkait dengan rencana pengembangan Jalur Wisata Jawa Barat Selatan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Keinginan masyarakat Garut Selatan untuk bergabung ke Kabupaten Bandung mulai mencuat kepermukaan publik semenjak tahun 1952. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan respon dan tanggapan serta ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Garut maupun oleh Kabupaten Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal itu, masih merupakan sebuah wacana yang terus bergulir diantara mereka-mereka yang memiliki kepedulian dan kepentingan bagi perkembangan daerah Selatan.

Banyak faktor yang dipandang sebagai titik awal munculnya keinginan masyarakat Garut Selatan memalingkan hatinya untuk bergabung dengan Kabupaten Bandung. Satu diantaranya adalah faktor jarak. Jarak tempuh yang jauh antara beberapa daerah di Garut Selatan ke Ibukota Kabupaten Garut, jika dibandingkan ke Kabupaten Bandung, menjadi bahan pertimbangan masyarakat Garut Selatan.
Selain itu, akses informasi, mobilisasi, pendidikan politik dan perekonomian masyarakat Garut Selatan, hampir 90% mengalir ke Kabupaten Bandung. Termasuk didalamnya proses pemasaran hasil-hasil produksi pertanian masyarakat Garut Selatan yang banyak dilakukan dengan masyarakat Kabupaten Bandung, juga pemenuhan kebutuhan penduduk Garut Selatan banyak disuplai dari Kabupaten Bandung.

Hal lain yang menjadi dasar keinginan masyarakat tersebut adalah adanya anggapan masyarakat Garut Selatan bahwa daerah mereka tidak mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Garut. Hal itu dapat dibuktikan dari proses pembangunan Garut Selatan yang tertinggal, seperti pembangunan insfrastruktur dan sarana pelayanan publik yang hingga saat ini tidak dikembangkan secara merata.
Sikap iri tersebut bercermin dari pembangunan Garut Utara yang terus meningkat. Disparitas pembangunan kental kentara. Alokasi anggaran pembangunan untuk daerah Garut Selatan hanya sekitar 10% dari total anggaran APBD. Anggaran itu pun harus dibagi kepada lebih dari separuh kecamatan se Kabupaten Garut (sekitar 16 Kecamatan). Sehingga ada asumsi, jika Garut Selatan pindah ke Kabupaten Bandung, maka pembangunan daerah mereka akan meningkat. Hal itu dapat dilihat dari beberapa daerah Kabupaten Bandung yang berbatasan dengan Garut Selatan, proses pembangunannya sangat cepat.

Secara umum, bergabungnya beberapa daerah Garut Selatan ke Kabupaten Bandung akan banyak menguntungkan daerah Selatan, baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Bagi mereka, pindahnya kabupaten menghadirkan sebuah pengharapan baru dalam upaya peningkatan hidup ke arah yang lebih baik dan maju, yang diwujudkan dengan adanya peningkatan pembangunan dan ketersediaan insfrastruktur penunjang kehidupan masyarakat.

Isu tersebut kini kembali mulai menghangat dan menjadi polemik di beberapa media massa seiring dengan berhembusnya rencana pemekaran Kabupaten Garut Selatan yang saat ini sudah diwarnai dengan terbentuknya Pansus DPRD Garut yang khusus membahas rencana pemekaran Garut Selatan. Namun dilain pihak, keinginan masyarakat Garut Selatan untuk bergabung ke Kabupaten Bandung mendapatkan perhatian yang cukup serius dari Pemerintahan Kabupaten Bandung. Keinginan tersebut dikaitkan dengan adanya rencana pengembangan Jalur Wisata Jawa Barat Selatan, melalui wahana ekowisata.

Wacana ini barang tentu menghadirkan pro dan kontra. Ada kalangan yang menilai bahwa keinginan bergabungnya beberapa daerah Garut Selatan ke Kabupaten Bandung, merupakan suatu hal yang mengada-ngada dan kental dengan nuansa kepentingan kekuasaan beberapa elit politik. Hal ini juga tidak bisa dipisahkan dari wacana berdirinya Kabupaten Bandung Barat dan Bandung Timur serta rencana Pemekaran Garut Selatan.

Keinginan bergabungnya beberapa daerah di wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan, disebabkan oleh pelbagai hal. Hal tersebut lebih erat kaitannya dengan proses pembangunan di Garut Selatan yang terkesan terbengkalai, serta kurangnya sarana publik dan keberadaan insfrastruktur penopang kehidupan masyarakat Garut Selatan, seperti sarana jalan dan transportasi, sarana pendidikan dan kesehatan, sistem mobilisasi dan urbanisasi penduduk, serta proses perekonomian masyarakat Garut Selatan yang secara mayoritas berhubungan dengan Kabupaten Bandung.

Sebetulnya, khusus untuk daerah kecamatan Cisewu dan Talegong, bergabung dan tidaknya ke Kabupaten Bandung, tidak akan terlalu berpengaruh karena mobilisasi penduduk dan distribusi hasil produksi pertanian masyarakat (sistem perekonomian) sejak lama tetap berlangsung dengan Bandung, namun pengaruh tersebut mungkin akan dirasakan pada pelayanan sistem pemerintahan dan pembangunan insfrastruktur.

Jauhnya jarak tempuh antara ibu kota Kabupaten Garut dengan beberapa kecamatan di Garut Selatan merupakan alasan lain untuk bergabung dengan Bandung. Jarak tempuh antara Garut Selatan (Talegong, Cisewu, Caringin) dengan Kota Kabupaten bisa ditempuh sekitar 4-5 jam (sekitar 110 KM), sementara jarak ke Kabupaten Bandung bisa ditempuh dengan perjalanan sekitar 2 jam (90 KM), begitu juga dengan masalah pembiayaan transportasi, ongkos dari Cisewu ke Bandung hanya Rp 20.000,- sementara dari Cisewu ke Garut Rp 30.000,-.

Kegiatan perekonomian dan urbanisasi penduduk Garut Selatan banyak berhubungan dengan Kabupaten Bandung. Sebagai contoh, pedagang grosir dan warung-warung di Garut Selatan melakukan transaksi jual-beli (menjual hasil produksi pertanian dan mendatangkan kebutuhan pokok masyarakat) dilakukan dengan para pedagang di Kabupaten Bandung.

Selain itu, masalah pengaruh budaya pun kebanyakan untuk beberapa daerah di Garut Selatan mengadopsi dari Bandung. Sepertinya juga hasil-hasil bumi dari Garut Selatan banyak didistribusikan ke Bandung, bukan ke Garut. Seperti, penjualan dan pembelian hasil pertanian pun banyak dilakukan ke Pasar Caringin bahkan sampai ke Pasar Cibitung Jakarta. Jadi, pindah dan tidaknya ke Bandung bagi beberapa daerah di Garut Selatan (Cisewu dan Talegong) akan tetap saja berlangsung seperti ini (dilihat dari sudut pandang perekonomian).

Sementara dalam tingkat mobilisasi penduduk, secara mayoritas penduduk di Garut Selatan banyak melakukan interaksi kehidupannya dengan Kabupaten Bandung Hampir sekitar 90% penduduk Garut Selatan mobilisasi kegiatannya ke Kabupaten Bandung, baik secara sosil, ekonomi, pendidikan maupun politik. Sebagai contoh, anak sekolah tamatan SMA rata-rata melanjutkan sekolahnya (kuliah) ke Bandung dan transpormasi pengaruh kebudayaan pun kebanyakan diadopsi dari Bandung. Jadi, masalah-masalah seperti itu merupakan hal yang patut dipertimbangkan. Begitu juga dengan urbanisasi tenaga kerja, tenaga kerja usia produktif dari Garut Selatan kebanyakan mencari kerja dan bekerja di Kabupaten Bandung bukan di Garut, hal ini disebabkan orientasi pencarian peluang hidup di Kabupaten Bandung lebih menjanjikan ketimbang mencari pekerjaan di Garut (Garut sedikit sentra industri).

Dalam kehidupan politik, penduduk Garut Selatan kebanyakan mengakses informasi dan perkembangan politik dari Kabupaten Bandung. Karena lancarnya arus transportasi dan komunikasi, yang menjadi salah satu faktor pendorong cepatnya transformasi pendidikan politik dari Bandung ke Garut Selatan (Talegong, Cisewu dan Caringin).

Sementara dari Garut hanya terjadi dan dapat dirasakan secara musiman saja seperti ketika masa-masa kampanye pemilu. Bahkan ada hal yang sangat naif, beberapa kejadian yang penting di Kabupaten Garut tidak banyak diketahui oleh masyarakat Garut Selatan seperti proses Pemilihan Bupati (banyak masyarakat yang tidak tahu siapa Bupati Garut) dan perkembangan kasus politik seperti Kasus APBD-Gate yang terjadi di DPRD Kabupaten Garut Periode 1999-2004.

Meskipun banyak alasan dan argumen yang memperkuat keinginan warga Garut Selatan untuk pindah ke Kabupaten Bandung, pada dasarnya masyarakat Garut Selatan hanya menginginkan terjadinya percepatan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan serta mengharapkan adanya perhatian yang lebih untuk wilayah Garut Selatan terutama daerah Kecamatan Caringin, Cisewu dan Talegong yang sampai saat ini masih dirasakan mengalami disparitas dengan daerah-daerah di Garut Utara. Hal itu menjadi daya tawar bagi kedua pemerintahan, baik pemerintah Kabupaten Bandung maupun Kabupaten Garut. Begitu juga dalam hal kelancaran perekonomian dan transportasi serta semua sektor pembangunan yang lain dan penyediaan sarana insfrastruktur yang ada di wilayah Garut Selatan, seperti sarana pendidikan dan kesehatan, jalan, dan sarana penerangan (listrik).

STRATEGI DAN SOLUSI

Kalaulah keinginan masyarakat Garut Selatan menghendaki bergabung atau pindah ke Kabupaten Bandung maka seharusnya masyarakat bersuara dan menyalurkan aspirasainya secara benar dan sesuai dengan prosedur ataupun bisa menyampaikannya secara langsung kepada lembaga perwakilan rakyat (DPRD Kabupaten atau DPRD Provinsi) secara jelas dan lengkap beserta alasan-alasannya, untuk dijadikan bahan olahan. Mengingat bergabungnya suatu wilayah atau berpisahnya suatu wilayah, harus sesuai dengan aturan yang ada dan memerlukan kajian-kajian yang lebih mendalam, cermat dan tepat.


Selain itu, masyarakat Garut Selatan harus secara proaktif ikut terlibat dalam masalah ini, apakah melalui wakil-wakilnya di tingkat provinsi baik melalui partai politik maupun secara perorangan atau langsung ditembuskan kepada DPRD Provinsi, karena jika melalui DPRD Garut ada keraguan bahwa mereka akan bertahan/mempertahankan Garut Selatan sebagai bagian dari Kabupaten Garut.
Hal itu dapat ditempuh dengan cara mengajukan keinginan masyarakat baik secara tertulis maupun lisan melalui perwakilannya. Dulu pernah dicoba melalui sebuah organisasi namun hingga saat ini belum mendapatkan tanggapan dan realisasinya.

Hal itu bisa ditempuh dengan membentuk sebuah forum bersama, apalagi jika orang-orang Cidaun dan Naringgung (Cianjur) ada keinginan yang satu arah dengan masyarakat Garut Selatan (Cisewu, Caringin dan Talegong) hal itu bisa digabungkan, yakni antara tokoh-tokoh masyarakatnya bisa berkumpul bersama dalam memperbincangkan masalah ini, namun hingga saat ini belum ada komunikasi, dimana mereka masih berjalan secara masing-masing. Tapi andai kata diantara kelima kecamatan ini bersatu dan ada kesepakatan, maka akan semakin kuat dan saya yakni akan mendapatkan perhatian dan tanggapan dari pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Sampai saat ini, berbagai elemen masyarakat di Garut Selatan (baik tokoh masyarakat dan tokoh pemuda) terus menggalang kekuatan dan melakukan langkah-langkah pendekatan kepada pihak-pihak yang dianggap terkait dengan masalah ini.

Pemuda memiliki keinginan, kalaulah Garut Selatan ingin menjadi sebuah kabupaten baru --- dengan catatan bisa menutupi semua sektor pembangunan Garut Selatan --- maka kami akan mengikuti rencana tersebut meskipun kami lebih cenderung memilih pindah ke Kabupaten Bandung. Tetapi hal ini pun berlaku atas alasan keinginan kami pindah ke Bandung, kami tetap sama memberikan catatan bahwa daya tawar kami terletak pada penyediaan sarana dan prasaran serta insfrastruktur yang harus segera dilaksanakan. Siapa yang cepat membangun, itu yang dapat.

Selain itu, masyarakat telah melakukan konsolidasi dan kooordinasi kepada semua pihak, baik secara individu (orang per orang) ataupun kelompok, serta menggunakan media komunitas berupa Radio Komunitas. Namun sampai sejauh ini pergerakan masyarakat masih terbatas. Meskipun sudah ada diantara anggota msyarakat yang telah bergerak dan melakukan assesment, namun secara besar-besaran program yang direncanakan belum dilaksanakan. Semuanya masih dalam proses dan tahap pendekatan-pendekatan.*