Kamis, 20 Agustus 2009

Menakar Kemaslahatan Pemekaran Garut Selatan


Sebagai orang Garut saya merasa keberatan dengan rencana pemekaran Garut Selatan (Garsel) yang sudah mendapatkan persetujuan DPRD Garut (meski kelihatan tidak quorum). Apresiasi memang pantas saya berikan kepada elit, tokoh, dan beberapa stakholder yang berjuang keras dalam memperjuangkan niat dan keinginan mereka dalam memekarkan garsel, meski peran serta mereka tidak banyak melibatkan masyarakat luas. Ihwal yang terjadi, riuhnya pemekaran Garsel hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, tidak trasa dilapisan grass root.

Jika kita mencoba flashback, keberangkatan elit pro-pemekaran dalam merumuskan, merencanakan dan memperjuangkan pemekaran Garsel sungguh amat mulia, dimana mereka hendak memberikan pressure kepada Pemkab Garut agar tidak terjadi disparitas pembangunan antara Garut Belahan Utara dan Belahan Selatan. Tapi dalam perjalannya, niat itu terasa menyimpang dan menjadi sumir karena yang dirasa dan terlihat malah kepentinga elit dalam meraih sebuah kekuasaan baru yang lebih menonjol, sehingga niat itu karam di tengah jalan, malah konsepsi pembagian kekuasaan semakin terasa. semoga saja analisa ini masih bisa diperdebatkan.

Pro dan kontra mewarnai gerak langkah elit pro-pemekaran, kita sebut saja 3 kecamatan di Garsel (Cisewu, Talegong dan Caringin) menolak pemekaran dan mereka memilih untuk bergabung dengan Kabupaten Bandung. Alasan mereka sangat logis, dilihat secara geografis dan demografis, memang mereka sangat dekat dengan Bandung, di sisi lain, aspek, ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan banyak menyerap dan diserap dari Bandung. Adapun ke Kab Garut hanya untuk urusan administratif dan kepentingan lima tahunan seperti pemilu. bagi mereka pindah ke Bandung merupakan pilihan 'seksi' dibanding harus mendukung pemekaran Garsel. Terlebih, niat bergabung dengan Bandung sudah terngiang sejak tahun 1970'an, apalagi saat ini Kab. Bandung telah memberikan lampu kuning menuju hijau untuk menerima ketiga kecamatan tersebut untuk menjadi bagian dari wilayah administrasinya. Kab. Bandung tertarik dengan potensi Pantai Rancabuaya.

Jika pemekaran ini menjadi suatu keharusan dan mutlak harus terjadi dalam waktu dekat ini, maka banyak hal yang harus kita pikirkan secara matang karena implikasinya akan dirasakan oleh masyarakat di 16 kecamatan, baik buruknya mereka akan merasakan, sejahtera ataupun semakin miskin, mereka pulalah yang akan merasakannya, karena elit politik bisa saja cuci tangan. Karena kondisi dan situasi yang saat ini dianggap belum memungkinkan dan belum layaknya dimekarkan menjadi alasan kuat bagi saya secara pribadi untuk menyatakan "MENOLAK' Pemekaran Garsel. Setidaknya ada beberapa alasan, yakni sebagai berikut :

1. Pemekaran Garsel Gerakan Elit semata. Tidak membuminya rencana pemekaran garsel merupakan indikasi kuat bahwa rencana ini hanya berkutat pada kalangan elit yang berkepntingan saja, dimana masyarakat tidak tidak banyak diajak bicara dan terlibat. Apa yang akan terjadi jika pemekaran ini terjadi? Masyarakat bisa saja merasa dibohongi dan dijerumuskan pada jurang kemiskinan yang tidak menentu. Karena gerakan sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh elit dan beberapa gelintir anggota DPRD sifatnya sangat terbatas dan elitis. Maka mutlak pemekaran ini resmi milik elit yang berkepntingan dengan kekuasaan bukan kepentingan rakyat banyak.

2. Garsel tidak memiliki Sumber Pendapatan Asli daerah (PAD) yang jelas. Apa yang dimiliki Garsel selain sektor pertanian? katanya banyak pertambangan disana, ada bijih besi, pasir besi, emas, dll. tapi apa semua sumber itu sudah berhasil dieksploitasi dan dieksplorasi? sudahkah menghasilkan? sudahkan menyerap banyak tenaga kerja? semua itu baru wacana, artinya belum bisa menjadi sumber PAD yang menjamin untuk mensejahterakan rakyat garsel.

Ada alibi yang disampaikan mereka (pro-pemekaran) bahwa garsel bisa hidup dari DAU 1 triliun yang bersumber dari APBN. Apakah kita hanya bisa bergantung dari DAU? sangat mustahil bisa maju bagi suatu daerah jika hanya bergantung pada DAU, jika tidak ditunjang oleh PAD yang jelas. Saya juga tidak bisa menjamin dana DAU itu akan turun secara mulus, karena pasti akan disunat disana-sini dan dipotong fee succes (biasa uang pangleuleueur). Terlebih dana sebesar itu akan habis oleh biaya operasional pemerintahan termasuk gaji-gaji mereka. Lantas darimana sumber anggarannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat garsel. Mati-lah rakyat garsel! Hasil feasibillity study (FS) pantas dipertanyakan karena sarat dengan muatan politik dan intervensi pihak-pihak tertentu.

3. SDM Garsel belum siap. Bisa dibayangkan siapa yang akan mengisi jabatan penting Kab. Garsel jika resmi dimekarkan? sudah siapkan SDM'nya? rada pesimis, tapi mudah-mudahan banyak rakyat Garsel yang cerdas dan mampu. Jika tidak maka yang akan menguasai dan menduduki jabatan itu adalah orang-orang yang datang dari belahan garut utara, terutama elit politik yang haus kekuasaan dan sudah tidak kebagian jabatan di Garut utara sehingga mereka eksodus ke Garut Selatan. jika demikian maka tetap trakyat Garsel hanya bisa 'ngegel curuk'. Percuma bukan dilakukan pemekaran jika rakyat garsel tidak kebagian apa-apa?

4. Insfrastruktur Garsel belum memadai. Kecamatan mana yang sudah dianggap layak jadi pusat ibukota? menurut kacamata saya, belum ada satupun kecamatan yang dianggap layak untuk jadi pusat kabupaten. Pameungpeuk, memang ckup maju di garsel, tap terkendala karena dekat dengan LAPAN (Pusat pelatihan NUKLIR), karena secara tata aturan ibukota kabupetn tidak boleh berdekatan dengan sumber nuklir yang berbahaya. Lantas Singajaya, Bungbulang atau Cikajang atau Cisewu? semuanya belum memiliki insfrastruktur pemerintahan yang dianggap layak, baik dari pusat pemerintahan dan pusat pelayanan publik lainnya seperti kesehatan, pendidikan, hiburan atau sarana jalan, listrik dan lainnya, masih jauh dari kelayakan. Lantas mau dimana? mau membangun dulu? dimana dan berapa duit yang dibutuhkan? lantas kapan pembangunannya dilakukan? masih jauh tanggah ka langit!

5. Semangat Moratorium. Pasca terbunuhnya ketua DPRD Sumut, maka pemerintah meminta agar semua darah menghentikan dulu pemekaran (moratorium). tapi kenapa Garsel seolah dipaksakan untuk terus di mekarkan? apakah tidak mengetahui makna moratorium pemekaran? saya melihat semangat pemekaran ini bertentangan dengan semangat moratorium pemekaran pemerintah pusat. pemerintah pusat memiliki alasan kuat untuk menghentikan pemekaran karena hampir 70% daerah hasil pemekaran bukan tambah maju malah tambah miskin, semakin menghadapi ketidakpastian birokrasi, rumit, jelimet, frustasi, konflik dan berniat kembali bergabung dengan kabupaten induknya. apakah hal ini harus terjadi di Garsel?

Pemekaran Garsel masih kontradiktif, debatable, argumentatif dan reaktif. Apa yang sebenarnya bisa dilakukan saat ini? Pertama, pemekaran jangan dipaksakan saat ini (Tolak Pemekaran). Kedua, tekan Bupati Garut saat ini agar membangun Garsel secara layak dan berimbang serta berkeadilan. Ketiga siapkan SDM yang mumpuni di garsel. Keempat, bangun komunikasi yang harmonis antara birokrasi, elit dan masyarakat secara berkesinambungan tentang rencana pemekaran. Kelima, bercerminlah pada kabupaten yang baru dimekarkan yang kehidupannya semakin miskin dan tidak menentu. Keenam, jika kelima hal tersebut tidak dilakukan maka mari bersama-sama MENOLAK PEMEKARAN GARSEL. Tabik*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar