Sabtu, 03 Oktober 2009

Anggota DPR Diragukan, Pendapatan Anggota Dewan Rp 62,44 Juta

Sabtu, 3 Oktober 2009 | 03:40 WIB

Jakarta, Kompas - Kemampuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 untuk mengawasi jalannya pemerintahan diragukan oleh beberapa pihak. Apalagi, sekitar 71 persen anggota DPR adalah mereka yang baru pertama kali duduk sebagai wakil rakyat.

Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Riset Indonesia Parliamentary Center Ahmad Hanafi dan peneliti Indonesia Budget Centre, Roy Salam, Jumat (2/10).

”Dengan sistem kaderisasi partai politik yang belum mapan, mereka tidak dipersiapkan secara khusus untuk menjadi anggota Dewan yang siap bekerja. Maka, begitu menjadi anggota DPR, mereka baru mulai belajar bagaimana bekerja menjadi anggota DPR,” kata Ahmad.

Menurut dia, anggota DPR yang baru tidak menjadi masalah apabila ada sistem pendukung di parlemen yang cukup kuat. Sayangnya, lanjut Ahmad, jumlah tenaga ahli di DPR terlampau sedikit dibandingkan dengan tenaga administrasi. Sebagai anggota Dewan baru yang hanya didampingi oleh satu orang staf ahli yang akan memberikan dukungan kerja yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi DPR tidaklah mencukupi.

”Anggota baru perlu tenaga ahli lebih banyak untuk mempercepat proses pembelajaran dan pemahaman terhadap mekanisme kerja di parlemen,” ungkap Ahmad.

Ahmad melanjutkan, kondisi seperti itu tentu mempersulit DPR periode ini mengingat agenda reformasi parlemen yang harus mereka selesaikan cukup banyak.

Ahmad juga menyoroti mengenai partai politik pendukung pemerintah yang menjadi mayoritas di DPR. Dukungan mayoritas di DPR terhadap pemerintah akan memperlemah peran legislasi, pengawasan, dan penganggaran yang harus dilaksanakan oleh parlemen.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Partai Demokrat sebagai partai pendukung pemerintah belum pernah menunjukkan perbedaan pendapatnya terhadap kebijakan-kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah. ”Artinya, apa yang dikatakan oleh Partai Demokrat, begitulah yang diiyakan oleh Fraksi Partai Demokrat di parlemen,” ujar dia.

Ahmad mengatakan, secara teoretis, DPR sebagai pembuat aturan, pengawas, dan pengatur anggaran untuk pemerintah tentu tidak hanya menuruti apa yang dimaui pemerintah. ”Sebagai wakil rakyat, DPR harus memiliki sikap kritis terhadap pemerintah,” ujarnya.

Standardisasi pendapatan

Secara terpisah, Roy Salam menyoroti pendapatan anggota DPR tahun 2009 yang mencapai Rp 62,44 juta. Gaji itu termasuk gaji pokok, tunjangan suami atau istri, tunjangan anak, tunjangan struktural, tunjangan pajak, uang kehormatan sebagai komisi/badan/panitia, dan tunjangan komunikasi intensif. Angka itu belum termasuk uang insentif yang tiba-tiba bisa diterima seorang anggota DPR.

”Hingga kini memang belum ada peraturan terkait standardisasi pendapatan dan tunjangan anggota DPR, tidak seperti anggota DPRD yang diatur dengan peraturan pemerintah,” kata dia.

Menurut Roy, seharusnya DPR mempunyai standardisasi pendapatan, seperti juga lembaga negara lainnya. Selama ini tidak ada transparansi keuangan DPR sehingga tidak bisa diketahui berapa pendapatan yang sebenarnya diterima oleh seorang anggota DPR. ”Seharusnya ada peraturan mengenai pendapatan anggota DPR sehingga tidak menimbulkan diskriminasi untuk DPRD,” kata Roy. (SIE)

http://cetak.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar